Syariat Islam Mengenai Cinta ; Menikah Tanpa Cinta
mediamuslim.info -Cinta seorang laki-laki kepada wanita dan cinta wanita
 kepada laki-laki adalah perasaan yang manusiawi yang bersumber dari fitrah yang diciptakan Allah Subhanallahu wa 
Ta’ala di dalam jiwa manusia, yaitu kecenderungan kepada lawan jenisnya
 ketika telah mencapai kematangan pikiran dan fisiknya. Sebagaimana 
Firman Allah Subhanallahu wa Ta’ala, yang artinya: ”Dan diantara 
tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu istri-istri 
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya,
 dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa kasih sayang.Sesungguhnya pada 
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang 
berfikir” (QS. Ar Rum: 21)Cinta pada dasarnya adalah bukanlah sesuatu 
yang kotor, karena kekotoran dan kesucian tergantung dari bingkainya. 
Ada bingkai yang suci dan halal dan ada bingkai yang kotor dan haram. 
Cinta mengandung segala makna kasih sayang, keharmonisan, penghargaan 
dan kerinduan, disamping mengandung persiapan untuk menempuh kehiduapan 
dikala suka dan duka, lapang dan sempit.
Cinta Adalah Fitrah Yang Suci Cinta bukanlah hanya sebuah ketertarikan 
secara fisik saja. Ketertarikan secara fisik hanyalah permulaan cinta 
bukan puncaknya.Dan sudah fitrah manusia untuk menyukai keindahan.Tapi 
disamping keindahan bentuk dan rupa harus disertai keindahan kepribadian
 dengan akhlak yang baik. Islam adalah agama fitrah karena itulah islam 
tidaklah membelenggu perasaan manusia.Islam tidaklah mengingkari 
perasaan cinta yang tumbuh pada diri seorang manusia.Akan tetapi islam 
mengajarkan pada manusia untuk menjaga perasaan cinta itu dijaga, 
dirawat dan dilindungi dari segala kehinaan dan apa saja yang 
mengotorinya. Islam mebersihkan dan mengarahkan perasaan cinta dan 
mengajarkan bahwa sebelum dilaksanakan akad nikah harus bersih dari 
persentuhan yang haram. Menikah Tanpa Cinta Adakalanya sebuah pernikahan
 terjadi tanpa dilandasi oleh cinta. Mereka berpendapat bahwa cinta itu 
bisa muncul setelah pernikahan. Islam memandang bahwa faktor 
ketertarikan merupakan faktor yang tidak bisa diabaikan begitu 
saja.Islam melarang seorang wali menikahkan seorang gadis tanpa 
persetujuannya dan menghalanginya untuk memilih lelaki yang disukainya 
seperti yang termuat dalam Al Qur’an dan Al Hadist Firman Allah 
Subhanallahu wa Ta’ala, yang artinya: ”Maka janganlah kamu (para wali)
 menghalangi mereka kawin dengan bakal suaminya\” (QS. Al Baqarah: 232) ”Dari Ibnu Abbas rodhiyallahu anhu, bahwa seorang wanita datang kepada 
Rasulullah shalallahu ’alahi wa sallam, lalu ia memberitahukan bahwa 
ayahnya telah menikahkannya padahal ia tidak suka, lalu Rasulullah 
shalallahu’alahi wa sallam memberikan hak kepadanya untuk memilih” 
(HR Abu Daud)
Karena yang menjalani sebuah pernikahan adalah kedua 
pasangan itu bukanlah wali mereka. Selain itu seorang yang hendak 
menikah hendaknyalah melihat dahulu calon pasangannya seperti termuat 
dalam hadist: ”Apabila salah seorang dari kamu meminang seorang wanita 
maka tidaklah dosa atasnya untuk melihatnya, jika melihatnya itu untuk 
meminang, meskipun wanita itu tidak melihatnya” (HR. Imam Ahmad) Memang
 benar dalam beberapa kasus, pasangan yang menikah tanpa didasari cinta 
bisa mempertahankan pernikahannya. Tapi apakah hal ini selalu terjadi, 
bagaimana bila yang terjadi adalah sebuah neraka pernikahan, kedua 
pasangan saling membenci dan saling mencaci maki satu sama lain. Sebuah 
pernikahan dalam islam diharapkan dapat memayungi pasangan itu untuk 
menikmati kehidupan yang penuh cinta dan kasih sayang dengan mengikat 
diri dalam sebuah perjanjian suci yang diberikan Allah Subhanallahu wa 
Ta’ala. Karena itulah rasa cinta dan kasih sayang ini sudah sepantasnya
 merupakan hal yang harus diperhatikan sebelum kedua pasangan mengikat 
diri dalam pernikahan. Karena inilah salah satu kunci kebahagian yang 
hakiki dalam mensikapi problematika rumah tangga nantinya.
http://amrsay.wordpress.com/2009/07/16/cinta-menurut-islam/
Cinta Sejati menurut Islam
- 
 Tidak rela yang dicintai menderita
- 
 Rela berkorban apapun demi yang dicintai
- 
 Memenuhi segala keinginan dari yang dicintai
- 
 Tidak pernah memaksakan kehendak kepada yang dicintai
- 
 Berlaku sepanjang masa
Cinta 
tersebut hanya ada antara 
Khalik dan Makhluk, cinta antara makhluk harus ditambah syarat-syarat 
berikut:
- 
 Cintanya tersebut karena Alloh S. W. T.
- 
 Harus memenuhi segala aturan yang dibuat oleh Alloh S. W. T.
- 
 Sex bukanlah cinta dan cinta bukanlah sex, tetapi sex adalah bunga-bunga dari cinta dan hanya ada dalam pernikahan dan hanya dengan yang dinikahi
- 
 Cinta bukan uang atau harta atau duniawi, tetapi cinta membutuhkan uang, harta dan duniawi.
Cinta 
Sejati menurut Kristen:
Adalah 
nafsu birahi yang ada 
antara laki-laki dan perempuan.
- 
 Adanya tuhan ayah, tuhan ibu dan tuhan anak
- 
 Tuhan ayah tidak menikah dengan tuhan ibu, tetapi punya tuhan anak kandung
- 
 Tuhan anak mengembara keliling dunia bersama dengan 2 (dua) pelacur aktif sekaligus selama bertahun-tahun
- 
 Di Hosea 1: 2, Hosea 3: 1 dan Hosea 4: 14, berbunyi: "Pergi main pelacur, jadikan anakmu pelacur aktif dan kawini pelacur aktif"
- 
 Disediakannya "Pelayan Suci Pelampiasan Nafsu Birahi" di setiap sekte di setiap gereja di seluruh dunia" yang mana para pelayan-pelayan tersebut disekolahkah pada sekolah khusus (ada sampai level S - 2 atau Magister) agar mampu memberikan pelayanan pelampiasan nafsu birahi sesempurna mungkin
- 
 Pelayan pelayan Suci Pelampiasan Nafsu Birahi tersebut menikah kepada Yesus (ada Sakramen/Ijab kabul dan ada Surat Nikah/Testamennya), tetapi justru bersetubuh dengan laki-laki selain yesus
- 
 Semakin berbakti dan setia serta sempurna melayani yesus, maka semakin dahsyat sexnya dengan laki-laki lain dan semakin banyak laki-laki yang dilayani oleh mereka
Hakikat Cinta Menurut Islam
Cinta itu laksana pohon di dalam hati. 
Akarnya adalah ketundukan kepada kekasih yang dicintai, dahannya adalah 
mengetahuinya, rantingnya adalah ketakutan kepadanya, daun-daunnya 
adalah malu kepadanya, buahnnya adalah ketaatan kepadanya dan air yang 
menghidupinya adalah menyebut namanya. Jika di dalam cinta ada satu 
bahagian yang kosong berarti cinta itu berkurang.
  Apabila Allah s.w.t. cinta kepada kita maka seluruh makhluk di langit 
dan di bumi akan mencintainya bertepatan dengan hadith dari Abu Hurairah
 bahawa Nabi Muhammad s.a.w. telah bersabda yang bermaksud:  “Jika Allah
 s.w.t. mencintai seseorang hamba, maka Jibril berseru, “Sesungguhnya 
Allah s.w.t. mencintai Fulan, maka cintailah dia!” Maka para penghuni 
langit mencintainya, kemudian dijadikan orang-orang yang menyambutnya di
 muka bumi.” [Riwayat Bukhari dan Muslim]  Dalam Sunan Abu Daud dari 
hadith Abu Dzar r.a., dia berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda:  “Amal 
yang paling utama ialah mencintai kerana Allah s.w.t. dan membenci 
kerana Allah s.w.t.”  Imam Ahmad berkata: “Kami diberitahu oleh Isma’il 
bin Yunus, dari Al-Hassan r.a. bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda:  “Demi
 Allah, Allah s.w.t. tidak akan mengazab kekasih-Nya, tetapi Dia telah 
mengujinya di dunia.”  Bagaimanakah yang dikatakan hakikat cinta itu?  
Banyak mengingati pada yang dicintai, membicarakan dan menyebut namanya.
  Apabila seseorang itu mencintai sesuatu atau seseorang, maka sudah 
tentu beliau kan sentiasa mengingatinya di hati atau menyebutnya dengan 
lidah. Oleh yang demikian, Allah s.w.t. memerintahkan hamba-hamba-Nya 
sgsr mengingati-Nya dalam apa keadaan sekalipun sebagaiman yang 
difirmankan oleh Allah s.w.t.:  “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila
 kamu bertemu dengan sesuatu pasukan (musuh) maka hendaklah kamu tetap 
teguh menghadapinya, dan sebutlah serta ingatilah Allah (dengan doa) 
banyak-banyak, supaya kamu berjaya (mencapai kemenangan).” 
[Al-Anfaal:45]  Tunduk pada perintah orang yang dicintainya dan 
mendahulukannya daripada kepentingan diri sendiri.  Dalam hal ini, orang
 yang mencintai itu ada tiga macam: 
1. Orang yang mempunyai keinginan 
tertentu dari orang yang dicintainya. 
2. Orang yang berkeinginan 
terhadap orang yang dicintainya. 
3. Orang yang berkeinginan seperti 
keinginan orang yang dicintainya. 
Inilah yang merupakan tingkatan zuhud 
yang paling tinggi kerana dia mampu menghindari setiap keinginan yang 
bertentangan dengan orang yang dicintainya. Firman Allah s.w.t.:  
“Katakanlah (Wahai Muhammad): “Jika benar kamu mengasihi Allah maka 
ikutilah daku, nescaya Allah mengasihi kamu serta mengampunkan dosa-dosa
 kamu. dan (ingatlah), Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani.” 
[A’li Imran:31]  Daripada Abu Hurairah r.a. berkata: Rasul s.a.w. 
bersabda:  “Akan timbul di akhir zaman orang-orang yang mencari 
keuntungan dunia dengan menjual agama. Mereka menunjukkan kepada 
orang-orang lain pakaian yang dibuat daripada kulit kambing 
(berpura-pura zuhud daripada dunia) untuk mendapat simpati orang ramai, 
dan percakapan mereka lebih manis daripada gula. Pada hal hati mereka 
adalah hati serigala (mempunyai tujuan-tujuan yang jahat). Allah s.w.t. 
berfirman kepada mereka: Apakah kamu tertipu dengan kelembutanKu? Apakah
 kamu terlampau berani berbohong kepadaKu? Demi KebesaranKu, Aku 
bersumpah akan menurunkan suatu fitnah yang akan terjadi di kalangan 
mereka sendiri sehingga orang ‘alim (cendikiawan) pun akan menjadi 
bingung (dengan sebab tekanan fitnah itu)” [Riwayat At-Tirmidzi]  Ibnu 
Abbas berkata: Allah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman agar 
tidak meredhai kemungkaran yang berlaku di tengah-tengah mereka. Apabila
 mereka mengakui kemungkaran itu, maka azab Allah akan menimpa mereka 
semua, baik yang melakukannya mahupun orang-orang yang baik.  Umar Ibn 
Abdul Aziz berkata: Bahawa sesungguhnya Allah tidak mengazab orang ramai
 dengan sebab perbuatan yang dilakukan oleh orang-oeang perseorangan. 
Tetapi kalau maksiat dilakukan terang-terangan sedangkan mereka (orang 
ramai) tidak mengingatkan, maka keseluruhan kaum itu berhak mendapat 
seksa.  “Sesungguhnya Allah telah memfardhukan pelbagai perkara wajib, 
maka janganlah kamu mengabaikannya, dan telah menetapkan had bagi 
beberapa keharusan, maka janganlah kamu melewatinya, dan juga telah 
mengharamkan beberapa perkara, maka janganlah kamu mencerobihinya, dan 
juga telah mendiamkan hukum bagi sesuatu perkara, sebagai rahmat 
kemudahan buat kamu dan bukan kerana terlupa, maka janganlah kamu menyusahkan
 dirimu dengan mencari hukumannya”( Riwayat Ad-Dar Qutni, ; Ad-Dar Qutni
 : Sohih, An-Nawawi : Hasan )  Mencintai tempat dan rumah sang kekasih. 
 Di sinilah letaknya rahsia seseorang yang menggantungkan hatinya untuk 
sentiasa rindu dan cinta kepada Ka’abah dan Baitulahhilharam serta 
masjid-masjid sehinggakan dia rela berkorban harta dan meninggalkan 
orang tersayang serta kampung halamannya demi untuk meneruskan 
perjalanan menuju ke tempat yang paling dicintainya. Perjalanan yang 
berat pun akan terasa ringan dan menyenangkan.  Bukannya seperti 
kebanyakan daripada manusia zaman ini yang lebih cintakan harta benda 
daripada apa yang sepatutnya mereka cintai.  Daripada Tsauban r.a 
berkata: Rasul s.a.w. bersabda:  “Hampir tiba suatu masa dimana 
bangsa-bangsa dari seluruh dunia akan datang mengerumuni kamu bagaikan 
orang-orang yang hendak makan mengerumuni talam hidangan mereka. Maka 
salah seorang sahabat bertanya: Apakah dari kerana kami sedikit pada 
hari itu? Nabi s.a.w. menjawab: Bahkan kamu pada hari itu banyak sekali,
 tetapi kamu umpama nuih di waktu banjir, dan Allah akan mencabut rasa 
gerund terhadap kamu dari hati musuh-musuh kamu, dan Allah akan 
mencampakkan ke dalam hati kamu penyakit “wahan”. Seorang sahabat 
bertanya: Apakah “wahan” itu hai Rasul s.a.w? Nabi s.a.w. menjawab: 
Cinta dunia dan takut mati” [Riwayat Abu Daud]  Mencintai apa yang 
dicintai sang kekasih.  Dengan mematuhi segala perintah Allah s.w.t. 
serta mengamalkan sunnah Rasulullah s.a.w.  “Wahai orang-orang yang 
beriman! masuklah kamu ke dalam agama Islam (dengan mematuhi) segala 
hukum-hukumnya; dan janganlah kamu menurut jejak langkah syaitan; 
Sesungguhnya syaitan itu musuh bagi kamu yang terang nyata” 
[Al-Baqarah:208]  Berkorban untuk mendapatkan keredhaan sang kekasih  
Keimanan seseorang muslim itu akan lengkap sekiranya dia mencintai 
Rasulullah s.a.w. dengan hakikat cinta yang sebenar. Rasulullah s.a.w. 
bersabda:  “Tidak beriman seorang daripada kalian sehingga aku menjadi 
orang yang lebih dicintainya daripada (cintanya kepada) anak dan bapanya
 serta sekelian manusia” [Riwayat Asy-Syaikhany, An-Nasaai, Ibnu Majah 
dan Ahmad]  Barangsiapa yang lebih mementingkan orang yang dicintai, 
maka beliau sanggup berkorban nyawa sekalipun demi untuk membuktikan 
kecintaannya itu kepada sang kekasih yang dicintainya. Oleh yang 
demikian, kedudukan iman seseorang masih belum dianggap mantap kecuali 
menjadikan Rasulullah s.a.w. sebagai orang yang paling mereka cintai, 
lebih besar dari cinta kepada diri mereka sendiri apalagi cinta kepada 
anak dan seterusnya keluarga dan harta benda. Firman Allah s.w.t.:  
“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri 
mereka sendiri[1200] dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. dan 
orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak 
(waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmim dan 
orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu berbuat baik[1201] kepada 
saudara-saudaramu (seagama). adalah yang demikian itu telah tertulis di 
dalam Kitab (Allah)”  [1200] Maksudnya: orang-orang mukmin itu mencintai
 nabi mereka lebih dari mencintai diri mereka sendiri dalam segala 
urusan. [1201] yang dimaksud dengan berbuat baik disini ialah berwasiat 
yang tidak lebih dari sepertiga harta. [Al-Ahzab:6] 
Cemburu kepada yang
 dicintai.  Orang yang mencintai Allah s.w.t. dan Rasul-Nya sentiasa 
cemburu hatinya apabila hak-hak Allah s.w.t. dan Rasul-Nya dilanggar dan
 diabaikan. Dari kecemburuan inilah timbulnya pelaksanaan amal makruf 
dan nahi mungkar. Oleh kerana itulah, Allah s.w.t. menjadikan jihad 
sebagai tanda cinta kepada-Nya. Firman Allah s.w.t.:  ”Hai orang-orang 
yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka
 kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka 
dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah Lembut terhadap orang 
yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang 
berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang 
suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang 
dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas (pemberian-Nya), lagi Maha 
Mengetahui” [Al-Maaidah:54]  Menghindari hal-hal yang merenggangkan 
hubungan dengan orang yang dicintai dan membuatnya marah.  ”Hai nabi, 
bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu menuruti (keinginan) 
orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Sesungguhnya Allah adalah 
Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. 
Dan ikutilah apa yang diwahyukan 
Tuhan kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu 
kerjakan. Dan bertawakkallah kepada Allah dan cukuplah Allah sebagai 
Pemelihara” [Al-Ahzab:1-3]  ”Dan diantara manusia ada orang-orang yang 
menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya 
sebagaimana mereka mencintai Allah. adapun orang-orang yang beriman amat
 sangat cintanya kepada Allah. dan jika seandainya orang-orang yang 
berbuat zalim itu[106] mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari
 kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah 
amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal)”  [106] yang dimaksud 
dengan orang yang zalim di sini ialah orang-orang yang menyembah selain 
Allah. [Al-Baqarah:165]  “Sesudah itu, patutkah mereka berkehendak lagi 
kepada hukum-hukum jahiliyah? padahal – kepada orang-orang yang penuh 
keyakinan – tidak ada sesiapa yang boleh membuat hukum yang lebih pada 
daripada Allah” [Al-Maaidah:50]  “Dan janganlah kamu makan (atau 
mengambil) harta (orang-orang lain) di antara kamu dengan jalan yang 
salah, dan jangan pula kamu menghulurkan harta kamu (memberi rasuah) 
kepada hakim-hakim kerana hendak memakan (atau mengambil) sebahagian 
dari harta manusia dengan (berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui 
(salahnya)” [Al-Baqarah:188]  Daripada Abu Hurairah r.a. katanya: aku 
mendengar Rasul s.a.w. bersabda:  “Umatku akan ditimpa penyakit-penyakit
 yang pernah menimpa umat-umat terdahulu. Sahabat bertanya: Apakah 
penyakit-penyakit umat-umat terdahulu itu?
Nabi s.a.w. menjawab: 
Penyakit-penyakit itu ialah 
(1) terlalu banyak seronok 
(2) terlalu mewah 
 (3) menghimpun harta sebanyak mungkin 
(4) tipu menipu dalam merebut 
harta benda dunia 
(5) saling memarahi 
(6) hasut-menghasut sehingga jadi 
zalim menzalimi” [Riwayat Al-Hakim]
[Dipetik dari buku Cinta dan Rindu oleh 
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah / Al-Hikam oleh Syeikh Ibn Ata'illah 
Al-Sakandari]
Pengertian Cinta Menurut Qur’an
1. Cinta Mawaddah adalah jenis cinta mengebu-gebu, membara dan 
“nggemesi”. Orang yang memiliki cinta jenis mawaddah, maunya selalu 
berdua, enggan berpisah dan selalu ingin memuaskan dahaga cintanya. Ia 
ingin memonopoli cintanya, dan hampir tak bisa berfikir lain.
2. Cinta Rahmah adalah jenis cinta yang penuh kasih sayang, lembut, siap berkorban, dan siap melindungi. Orang yang memiliki cinta jenis rahmah ini lebih memperhatikan orang yang dicintainya dibanding terhadap diri sendiri. Baginya yang penting adalah kebahagiaan sang kekasih meski untuk itu ia harus menderita. Ia sangat memaklumi kekurangan kekasihnya dan selalu memaafkan kesalahan kekasihnya. Termasuk dalam cinta rahmah adalah cinta antar orang yang bertalian darah, terutama cinta orang tua terhadap anaknya, dan sebaliknya. Dari itu maka dalam al Qur’an , kerabat disebut al arham, dzawi al arham , yakni orang-orang yang memiliki hubungan kasih sayang secara fitri, yang berasal dari garba kasih sayang ibu, disebut rahim (dari kata rahmah). Sejak janin seorang anak sudah diliputi oleh suasana psikologis kasih sayang dalam satu ruang yang disebut rahim. Selanjutnya diantara orang-orang yang memiliki hubungan darah dianjurkan untuk selalu ber silaturrahim, atau silaturrahmi artinya menyambung tali kasih sayang. Suami isteri yang diikat oleh cinta mawaddah dan rahmah sekaligus biasanya saling setia lahir batin-dunia akhirat.
3. Cinta Mail, adalah jenis cinta yang untuk sementara sangat membara, sehingga menyedot seluruh perhatian hingga hal-hal lain cenderung kurang diperhatikan. Cinta jenis mail ini dalam al Qur’an disebut dalam konteks orang poligami dimana ketika sedang jatuh cinta kepada yang muda (an tamilu kulla al mail), cenderung mengabaikan kepada yang lama.
4. Cinta Syaghaf. Adalah cinta yang sangat mendalam, alami, orisinil dan memabukkan. Orang yang terserang cinta jenis syaghaf (qad syaghafaha hubba) bisa seperti orang gila, lupa diri dan hampir-hampir tak menyadari apa yang dilakukan. Al Qur’an menggunakan term syaghaf ketika mengkisahkan bagaimana cintanya Zulaikha, istri pembesar Mesir kepada bujangnya, Yusuf.
5. Cinta Ra’fah, yaitu rasa kasih yang dalam hingga mengalahkan norma-norma kebenaran, misalnya kasihan kepada anak sehingga tidak tega membangunkannya untuk salat, membelanya meskipun salah. Al Qur’an menyebut term ini ketika mengingatkan agar janganlah cinta ra`fah menyebabkan orang tidak menegakkan hukum Allah, dalam hal ini kasus hukuman bagi pezina (Q/24:2).
6. Cinta Shobwah, yaitu cinta buta, cinta yang mendorong perilaku penyimpang tanpa sanggup mengelak. Al Qur’an menyebut term ni ketika mengkisahkan bagaimana Nabi Yusuf berdoa agar dipisahkan dengan Zulaiha yang setiap hari menggodanya (mohon dimasukkan penjara saja), sebab jika tidak, lama kelamaan Yusuf tergelincir juga dalam perbuatan bodoh, wa illa tashrif `anni kaidahunna ashbu ilaihinna wa akun min al jahilin (Q/12:33)
7. Cinta Syauq (rindu). Term ini bukan dari al Qur’an tetapi dari hadis yang menafsirkan al Qur’an. Dalam surat al `Ankabut ayat 5 dikatakan bahwa barangsiapa rindu berjumpa Allah pasti waktunya akan tiba. Kalimat kerinduan ini kemudian diungkapkan dalam doa ma’tsur dari hadis riwayat Ahmad; wa as’aluka ladzzata an nadzori ila wajhika wa as syauqa ila liqa’ika, aku mohon dapat merasakan nikmatnya memandang wajah Mu dan nikmatnya kerinduan untuk berjumpa dengan Mu. Menurut Ibn al Qayyim al Jauzi dalam kitab Raudlat al Muhibbin wa Nuzhat al Musytaqin, Syauq (rindu) adalah pengembaraan hati kepada sang kekasih (safar al qalb ila al mahbub), dan kobaran cinta yang apinya berada di dalam hati sang pecinta, hurqat al mahabbah wa il tihab naruha fi qalb al muhibbi
8. Cinta Kulfah, yakni perasaan cinta yang disertai kesadaran mendidik kepada hal-hal yang positip meski sulit, seperti orang tua yang menyuruh anaknya menyapu, membersihkan kamar sendiri, meski ada pembantu. Jenis cinta ini disebut al Qur’an ketika menyatakan bahwa Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya, la yukallifullah nafsan illa wus`aha (Q/2:286)
http://rud1.cybermq.com/post/detail/1787/kata-bijak---kata-cinta--mahabbah---rabiatul-adawiyah--sufi-
2. Cinta Rahmah adalah jenis cinta yang penuh kasih sayang, lembut, siap berkorban, dan siap melindungi. Orang yang memiliki cinta jenis rahmah ini lebih memperhatikan orang yang dicintainya dibanding terhadap diri sendiri. Baginya yang penting adalah kebahagiaan sang kekasih meski untuk itu ia harus menderita. Ia sangat memaklumi kekurangan kekasihnya dan selalu memaafkan kesalahan kekasihnya. Termasuk dalam cinta rahmah adalah cinta antar orang yang bertalian darah, terutama cinta orang tua terhadap anaknya, dan sebaliknya. Dari itu maka dalam al Qur’an , kerabat disebut al arham, dzawi al arham , yakni orang-orang yang memiliki hubungan kasih sayang secara fitri, yang berasal dari garba kasih sayang ibu, disebut rahim (dari kata rahmah). Sejak janin seorang anak sudah diliputi oleh suasana psikologis kasih sayang dalam satu ruang yang disebut rahim. Selanjutnya diantara orang-orang yang memiliki hubungan darah dianjurkan untuk selalu ber silaturrahim, atau silaturrahmi artinya menyambung tali kasih sayang. Suami isteri yang diikat oleh cinta mawaddah dan rahmah sekaligus biasanya saling setia lahir batin-dunia akhirat.
3. Cinta Mail, adalah jenis cinta yang untuk sementara sangat membara, sehingga menyedot seluruh perhatian hingga hal-hal lain cenderung kurang diperhatikan. Cinta jenis mail ini dalam al Qur’an disebut dalam konteks orang poligami dimana ketika sedang jatuh cinta kepada yang muda (an tamilu kulla al mail), cenderung mengabaikan kepada yang lama.
4. Cinta Syaghaf. Adalah cinta yang sangat mendalam, alami, orisinil dan memabukkan. Orang yang terserang cinta jenis syaghaf (qad syaghafaha hubba) bisa seperti orang gila, lupa diri dan hampir-hampir tak menyadari apa yang dilakukan. Al Qur’an menggunakan term syaghaf ketika mengkisahkan bagaimana cintanya Zulaikha, istri pembesar Mesir kepada bujangnya, Yusuf.
5. Cinta Ra’fah, yaitu rasa kasih yang dalam hingga mengalahkan norma-norma kebenaran, misalnya kasihan kepada anak sehingga tidak tega membangunkannya untuk salat, membelanya meskipun salah. Al Qur’an menyebut term ini ketika mengingatkan agar janganlah cinta ra`fah menyebabkan orang tidak menegakkan hukum Allah, dalam hal ini kasus hukuman bagi pezina (Q/24:2).
6. Cinta Shobwah, yaitu cinta buta, cinta yang mendorong perilaku penyimpang tanpa sanggup mengelak. Al Qur’an menyebut term ni ketika mengkisahkan bagaimana Nabi Yusuf berdoa agar dipisahkan dengan Zulaiha yang setiap hari menggodanya (mohon dimasukkan penjara saja), sebab jika tidak, lama kelamaan Yusuf tergelincir juga dalam perbuatan bodoh, wa illa tashrif `anni kaidahunna ashbu ilaihinna wa akun min al jahilin (Q/12:33)
7. Cinta Syauq (rindu). Term ini bukan dari al Qur’an tetapi dari hadis yang menafsirkan al Qur’an. Dalam surat al `Ankabut ayat 5 dikatakan bahwa barangsiapa rindu berjumpa Allah pasti waktunya akan tiba. Kalimat kerinduan ini kemudian diungkapkan dalam doa ma’tsur dari hadis riwayat Ahmad; wa as’aluka ladzzata an nadzori ila wajhika wa as syauqa ila liqa’ika, aku mohon dapat merasakan nikmatnya memandang wajah Mu dan nikmatnya kerinduan untuk berjumpa dengan Mu. Menurut Ibn al Qayyim al Jauzi dalam kitab Raudlat al Muhibbin wa Nuzhat al Musytaqin, Syauq (rindu) adalah pengembaraan hati kepada sang kekasih (safar al qalb ila al mahbub), dan kobaran cinta yang apinya berada di dalam hati sang pecinta, hurqat al mahabbah wa il tihab naruha fi qalb al muhibbi
8. Cinta Kulfah, yakni perasaan cinta yang disertai kesadaran mendidik kepada hal-hal yang positip meski sulit, seperti orang tua yang menyuruh anaknya menyapu, membersihkan kamar sendiri, meski ada pembantu. Jenis cinta ini disebut al Qur’an ketika menyatakan bahwa Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya, la yukallifullah nafsan illa wus`aha (Q/2:286)
http://rud1.cybermq.com/post/detail/1787/kata-bijak---kata-cinta--mahabbah---rabiatul-adawiyah--sufi-
OBAT HATI YANG ISLAMI
Bagaimanakah "obat hati" yang islami itu?
1. Yang pertama adalah membaca Al Qur'an
          dengan disertai pemahaman maknanya.
Al Qur'an adalah bacaan yang paling cocok dalam segala suasana.
Pada saat kita gembira, maka peringatan-peringatan yang ada
dalam Al Qur'an akan mampu menjadi pengerem agar kita tak lupa diri.
Demikian pula halnya pada saat kita sedih, maka dengan
membaca Al Qur'an terasa sekali dalam lubuk hati kita
sentuhan kesejukan dari Firman Allah SWT. Kala kita gagal dalam mencapai sesuatu, maka pesan-pesan dalam Al Qur'an akan mampu menawarkan kesedihan yang ada dalam hati kita.
Dengan membaca Al Qur'an, semangat yang hampir pudar karena kegagalan insya Allah akan berangsur pulih kembali.
Firman Allah dalam
" Dan Kami turunkan dari Al Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman ...." 
2. Yang kedua adalah dengan berdzikir yang lama.
Allah SWT berfirman
" 
         ingatlah, hanya dengan mengingat Allah.lah hati menjadi tenang "
Kenapa dengan berdzikir ?
Sebab dengan mengingat Allah, maka timbulah tawakkal
dan penyerahan dirikita kepada Allah. Dan kalau toh apa yang
hendak kita raih tersebut luput terpegang tangan, maka dengan
kembali mengingat Allah, sadarlah kita, mungkin apabila keinginan kita tersebut terkabul, justru mudharotlah yang datang.Dengan demikian yang muncul bukanlah rasa kecewa dan penyesalan,
akan tetapi justru syukur yang dalam pada Allah. Bukankah Allah yang paling mengetahui keadaan dan kemampuan kita ? 
3. Yang ketiga adalah dengan puasa.
       Salah satu hikmah puasa, disamping dapat menimbulkan
perasaan sosial terhadap sesama, adalah untuk kesehatan.
Bukti-bukti cukup banyak, bahwa orang orang yang mengidap mag,
malah sembuh bila berpuasa, padahal menurut ilmu kedokteran
seharusnya orang yang mengidap mag menjaga makannya
agar teratur dan tidak telat. Penulis sendiri juga mengalami,
gangguan pencernaan yang tak kunjung reda, malah sembuh
dengan membiasakan puasa sunah. Ditinjau dari segi kejiwaanpun puasa
ternyata mempunyai efek yang baik sekali.Sebab dengan puasa, secara tidak langsung
seseorang dilatih untuk dapat mengendalikan tuntutan hawa nafsu yang cenderung untuk melakukan hal-hal yang sesat. Dilain pihak, dengan berpuasa, seseorang akan jadi merasa lebih dekat dengan Allah, sehingga merasa lebih aman dan tenteram.
4. Yang ke empat ialah shalat malam.
       Shalat tahajut, meskipun tidak wajib, tetapi sangat dianjurkan
untuk melakukannya. Banyak ayat dalam Al Qur'an yang
menujukkan betapa penghargaan Tuhan terhadap hamba-hambaNya
yang datang menemuiNya, pada saat hamba-hamba yang lain lelap dalam tidur.
Allah menjanjikan, terhadap orang-orang yang bersegera menuju keridhaanNya, suatu derajat yang tinggi.
" Dan pada sebagian malam hari bersembahyang tahajutlah kamu sebagai suatu
ibadah tambahan bagimu. Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat
yang terpuji " 
5. Yang kelima ialah mengunjungi saudara sesama muslim.
        Banyak sekali hikmah yang dapat dikaji dari silaturahmi terhadap
sesama saudara muslim ini. Dengan bersilaturami, maka ukhuwah yang hampir retak akan kembali utuh.
Dengan bersilaturami, maka berbagai persoalan yang membelit
kepala insya Allah akan dapat dicarikan penyelesaiannya.
Dengan bersilaturahmi, kita dapat saling berbagi suka dan duka, berbagi kesedihan,
mencurahkan perasaan, sehingga beban berat yang menghimpit, akan terasa lebih ringan,
karena kita tidak sendiri.
Disamping itu, saling pesan dalam kebenaran dan kesabaran hanya mungkin
terlaksana apabila tali ukhuwah tetap terjalin.
 Sungguh hal yang demikian sangat sulit untuk diaplikasikan.
Langganan:
Komentar (Atom)
 
