Hikmah Syariat Nikah
1. Nikah adalah salah satu sunnah (ajaran) yang sangat dianjurkan oleh Rasul Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dalam sabdanya:
“Wahai
 para pemuda, siapa di antara kalian yang mampu menikah (jima’ dan 
biayanya) maka nikahlah, karena ia lebih dapat membuatmu menahan 
pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa tidak mampu menikah maka berpuasalah, karena hal itu baginya adalah pelemah syahwat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Nikah adalah satu upaya untuk menyempurnakan iman. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Barangsiapa
 memberi karena Allah, menahan kerena Allah, mencintai karena Allah, 
membenci karena Allah, dan menikahkan karena Allah maka ia telah 
menyempurnakan iman.” (HR. Hakim,dia berkata: Shahih sesuai dg syarat Bukhari Muslim. Disepakati oleh adz Dzahabi)
“Barangsiapa menikah maka ia telah menyempurnakan separuh iman, hendaklah ia menyempurnakan sisanya.” (HR. ath Thabrani, dihasankan oleh Al Albani)
Kisah:
Al 
Ghazali bercerita tentang sebagian ulama, katanya:”Di awal keinginan 
saya (meniti jalan akhirat), saya dikalahkan oleh syahwat yang amat 
berat, maka saya banyak menjerit kepada Allah. Sayapun bermimpi dilihat 
oleh seseorang, dia berkata kepada saya:”Kamu ingin agar syahwat yang 
kamu rasakan itu hilang dan (boleh) aku menebas lehermu? Saya 
jawab:”Ya”. Maka dia berkata:”Panjangkan (julurkan) lehermu.” Sayapun 
memanjangkannya. Kemudian ia menghunus pedang dari cahaya lalu 
memukulkan ke leherku. Di pagi hari aku sudah tidak merasakan adanya 
syahwat, maka aku tinggal selama satu tahun terbebas dari penyakit 
syahwat. Kemduian hal itu datang lagi dan sangat hebat, maka saya 
melihat seseorang berbicara pasa saya antara dada saya dan samping saya,
 dia berkata:”Celaka kamu! Berapa banyak kamu meminta kepada Allah untuk
 menghilangkan darimu sesuatu yang Allah tidak suka menghilangkannya! 
Nikahlah!” Maka sayapun menikah dan hilanglah godaan itu dariku. 
Akhirnya saya mendapatkan keturunan.” (Faidhul Qadir VI/103 no.8591)
3. Nikah
 adalah satu benteng untuk menjaga masyarakat dari kerusakan, dekadensi 
moral dan asusila. Maka mempermudah pernikahan syar’i adalah solusi dari
 semu itu. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Jika
 datang kepadamu orang yang kamu relakan akhlak dan agamanya maka 
nikahkanlah, jika tidak kamu lakukan maka pasti ada fitnah di muka bumi 
dan kerusakan yang besar.” (HR. Hakim, hadits shahih)
4. 
Pernikahan adalah lingkungan baik yang mengantarkan kepada eratnya 
hubungan keluarga, dan saling menukar kasih sayang di tengah masyarakat.
 Menikah dalam Islam bukan hanya menikahnya dua insan, melainkan dua 
keluarga besar.
5. 
Pernikahan adalah sebaik-baik cara untuk mendapatkan anak, memperbanyak 
keturunan dengan nasab yang terjaga, sebagaimana yang Allah pilihkan 
untuk para kekasih-Nya:
“Dan 
sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami 
memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan.” (QS. ar Ra’d:38
6. Pernikahan adalah cara terbaik untuk melampiaskan naluri seksual dan memuaskan syahwat dengan penuh ketenangan.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Sesungguhnya
 wanita itu menghadap dalam rupa setan (menggoda) dan membelakangi dalam
 rupa setan, maka apabila salah seorang kamu melihat seorang wanita yang
 menakjubkannya hendaklah mendatangi isterinya, sesungguhnya hal itu 
dapat menghilangkan syahwat yang ada dalam dirinya.” (HR. Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi)
7. Pernikahan memenuhi naluri kebapakan dan keibuan, yang akan berkembang dengan adanya anak.
8. Dalam
 pernikahan ada ketenangan, kedamaian, kebersihan, kesehatan, kesucian 
dan kebahagiaan, yang diidamkan oleh setiap insan.
Hukum Nikah
Para 
ulama menyebutkan bahwa nikah diperintahkan karena dapat mewujudkan 
maslahat; memelihara diri, kehormatan, mendapatkan pahala dan lain-lain.
 Oleh karena itu, apabila pernikahan justru membawa madharat maka 
nikahpun dilarang. Dari sini maka hukum nikah dapat dapat dibagi menjadi
 lima:
1. Disunnahkan
 bagi orang yang memiliki syahwat (keinginan kepada wanita) tetapi tidak
 khawatir berzina atau terjatuh dalam hal yang haram jika tidak menikah,
 sementara dia mampu untuk menikah.
Karena 
Allah telah memerintahkan dan Rasulpun telah mengajarkannya. Bahkan di 
dalam nkah itu ada banyak kebaikan, berkah dan manfaat yangb tidak 
mungkin diperoleh tanpa nikah, sampai Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi 
Wassalam bersabda:
“Dalam
 kemaluanmu ada sedekah.” Mereka bertanya:”Ya Rasulullah , apakah salah 
seorang kami melampiaskan syahwatnya lalu di dalamnya ada pahala?” 
Beliau bersabda:”Bagaimana menurut kalian, jika ia meletakkannya pada 
yang haram apakah ia menanggung dosa? Begitu pula jika ia meletakkannya 
pada yang halal maka ia mendapatkan pahala.” (HR. Muslim, Ibnu Hibban)
Juga 
sunnah bagi orang yang mampu yang tidak takut zina dan tidak begitu 
membutuhkan kepada wanita tetapi menginginkan keturunan. Juga sunnah 
jika niatnya ingin menolong wanita atau ingin beribadah dengan infaqnya.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Kamu
 tidak menafkahkan satu nafkah karena ingin wajah Allah melainkan Allah 
pasti memberinya pahala, hingga suapan yang kamu letakkan di mulut 
isterimu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Dinar
 yang kamu nafkahkan di jalan Allah, dinar yang kamu nafkahkan untuk 
budak, dinar yang kamu sedekahkan pada orang miskin, dinar yang kamu 
nafkahkan pada isterimu maka yang terbesar pahalanya adalah yang kamu 
nafkahkan pada isterumu.” (HR. Muslim)
2. Wajib bagi
 yang mampu nikah dan khawatir zina atau maksiat jika tidak menikah. 
Sebab menghindari yang haram adalah wajib, jika yang haram tidak dapat 
dihindari kecuali dengan nikah maka nikah adalah wajib (QS. al 
Hujurat:6). Ini bagi kaum laki-laki, adapun bagi perempuan maka ia wajib
 nikah jika tidak dapat membiayai hidupnya (dan anak-anaknya) dan 
menjadi incaran orang-orang yang rusak, sedangkan kehormatan dan 
perlindungannya hanya ada pada nikah, maka nikah baginya adalah wajib.
3. Mubah bagi
 yang mampu dan aman dari fitnah, tetapi tidak membutuhkannya atau tidak
 memiliki syahwat sama sekali seperti orang yang impotent atau lanjut 
usia, atau yang tidak mampu menafkahi, sedangkan wanitanya rela dengan 
syarat wanita tersebut harus rasyidah (berakal).
Juga 
mubah bagi yang mampu menikah dengan tujuan hanya sekedar untuk memenuhi
 hajatnya atau bersenang-senang, tanpa ada niat ingin keturunan atau 
melindungi diri dari yang haram.
4. Haram
 nikah bagi orang yang tidak mampu menikah (nafkah lahir batin) dan ia 
tidak takut terjatuh dalam zina atau maksiat lainnya, atau jika yakin 
bahwa dengan menikah ia akan jatuh dalam hal-hal yang diharamkan. Juga 
haram nikah di darul harb (wilayah tempur) tanpa adanya faktor darurat, 
jika ia menjadi tawanan maka tidak diperbolehkan nikah sama sekali.
Haram berpoligami bagi yang menyangka dirinya tidak bisa adil sedangkan isteri pertama telah mencukupinya.
5. Makruh
 menikah jika tidak mampu karena dapat menzhalimi isteri, atau tidak 
minat terhadap wanita dan tidak mengharapkan keturunan.. Juga makruh 
jika nikah dapat menghalangi dari ibadah-ibadah sunnah yang lebih baik. 
Makruh berpoligami jika dikhawatirkan akan kehilangan maslahat yang 
lebih besar.
Dikutip dari Majalah Qiblati Edisi 05 tahun II/ 1428H
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar