Sebutan ‘Pahlawan Tanpa 
Tanda Jasa', mungkin sekarang hanya menjadi sebuah kalimat yang tak ada 
nilainya. Betapa tidak? Para pahlawan ini memang tak pernah diingat oleh
 siapapun dan kapanpun. Meski sejatinya ia bermakna dalam kehidupan 
manusia, terutama di kalangan profesi guru. Kalimat tadi mengandung arti
 yang luas dan sangat mengena ketika seorang anak kecil mengenang 
kembali kilas balik kehidupan semasa kecilnya. Terutama ketika baru mau 
belajar di tingkat Sekolah Dasar. 
Pengalaman semasa kecil selalu 
menjadi kenangan yang tak dilupakan di masa dewasa. Mana-mana sekalipun 
orang pejabat pasti akan terdengar kisah mereka akan kenangan di masa 
kecil. Diceritakan baik kepada anak-anaknya, teman-teman kantor atau 
sesama mereka yang lain. Pengalaman dan kenangan masa lalu sering juga 
menjadi lelucon bagi yang mendengarkannya. Walaupun cerita lelucon 
adalah kilas balik mengenang kembali masa kecilnya. 
Cerita 
seorang pejabat, suatu ketika ayah dan ibunya meninggal semasa dirinya 
berumur lima (5) tahun. Kala itu di kampung tersebut sekolahnya baru 
dibuka. Si kecil ini dibenci masyarakat sekitarnya. Hidupnya 
mengandalkan perhatian teman-temannya. Kebutuhan sehari-hari hanya 
mengandalkan pisang bakar. Dia pun tinggal di rumah peninggalan kedua 
orang tuanya yang dibangun sejak mereka berumah tangga. 
Tak ada 
pembinaan. Wajar karena tak ada yang memperhatikan dia. Ketika itu 
seorang guru yang bertugas di kampungnya mengajak si bocah ini untuk 
tinggal di rumahnya. Sejak menjadi anak angkat, di sekolahnya di mana 
dia mengajarnya, tentunya di kampung asalnya. 
Anak itu makin 
dewasa. Berbagai pengalaman pahit menjadi guru baginya. Pendidikan tidak
 ketinggalan. Suatu ketika menyelesaikan tingkat SD. Tentunya dia harus 
pergi meninggalkan SD dan beranjak masuk di jenjang pendidikan yang 
lebih tinggi, yakni SMP. Perhatian guru yang sebagai orang/tua wali 
murid itu pun tidak luput. 
Umur bertambah, pengalaman pun pasti 
segudang. Di kala itu perkembangan dan kemajuan belum seperti sekarang 
ini. Usai menamatkan SMP, pasti dia melanjutkan pendidikan lebih ke 
atas, tentunya di SMA. Atas perhatian dan dorongan orang tua angkat, 
anak tadi menyelesaikan studinya. 
Pada tahun yang sama dia 
diterima sebagai seorang pegawai. Setelah beberapa tahun kemudia, 
melanjutkan kuliah dan berhasil diselesaikan dengan status tugas 
belajar. Dia pun berhak menyandang titel. 
Sudah sekian tahun 
mereka tidak bertemu, umur orang tua angkat sudah semakin tua. Bahkan 
dia memasuki masa pensiun apalagi guru jaman Belanda. Pada suatu hari 
sepulang kerja. Tentu dari kantor. Di rumahnya ada orang tua yang 
bongkok, pakaiannya compang-camping. Nenek itu duduk di teras menantikan
 anak angkat itu pulang kantor. 
Sepulang dari kantor, pejabat itu
 melihat dari pintu masuk, seorang nenek sedang duduk menanti di teras 
depan rumah. Nenek itu memandang ke pintu pagar masuk. "Selamat datang 
bapak," sapa nenek itu. Dia tak menyahut satu katapun. Salaman juga 
tidak, langsung buka pintu dan masuk ke rumah menuju kamarnya. 
Nenek
 itu tak menyanggah kalau anak piaranya memperlakukan sikap seperti itu.
 Nenek menduga mungkin karena kecapean. "Anak, saya mama yang dulu 
tinggal denganmu di rumahku, saya ibu guru," kata nenek itu seraya 
memperkenalkan. Tapi kasihan bapak itu langsung mengusir nenek itu dan 
nenek itu pulang meninggalkan rumah itu. 
Cerita ini diangkat 
sebagai sebuah ilustrasi untuk menyikapi aksi para "Pahlawan Tanpa Tanda
 Jasa" hari Rabu kemarin di Kantor DPRD Nabire. Dalam aksinya, para guru
 menuntut hak-hak mereka yang diabaikan selama karena kepentingan 
tertentu. 
Apapun alasannya, menjadi guru adalah tugas mulia. Guru
 juga bentuk panggilan hidup yang tak sama dengan tugas lain. Mereka 
bertahan selama 6 jam di sekolah. Sambil mengabaikan kepentingan 
keluarganya. Mereka bertahan lapar dan haus. Sangat menyedihkan para 
guru-guru yang bertugas di pelataran hutan dan di pinggiran pantai. 
Hanya mengandalkan bara api menemani mereka di sepanjang menyandang 
profesi sebagai guru. 
Mungkin inilah nasib mereka. Guru-guru 
dipermainkan oleh anak-anak, oleh mantan murid-muridnya. Ditendang ke 
sana kemari bagaikan sebundar bola di tengah lapang hijau. Meski 
disimak, siapa pemimpin dan siapa dibalik pemimpin? Apa pembangunan dan 
siapa dibalik pembangunan? Apa pemerintahan dan siapa dibalik 
pemerintahan? Apa kesehatan dan siapa dibalik kesehatan? Apa ekonomi dan
 siapa dibalik ekonomi? Siapa pejabat dan ada siapa yang mendasari dari 
semua aspek pembangunan?? 
Sangat terharu ketika setiap orang 
menyaksikan aksi protes yang dilangsungkan para guru dua hari lalu.. 
Mereka berjalan kaki melintasi kota Nabire menuju kantor wakil rakyat. 
Mereka datang hanya untuk menyampaikan dan memprotes sebab musabab 
terjadi penyelewengan sejumlah sumber dana yang diperuntukan bagi mereka
 dan anak-anak didik mereka. 
"Kami datang untuk mempertanyakan 
hak-hak yang selama ini tidak sampai pada tangan kami dan anak-anak 
didik kami," kata seorang ibu guru. Ya, semoga dambaan para guru ini 
terwujud, agar mereka kembali menjalankan tugas mulianya, mengajar dan 
mendidik generasi penerus negeri ini.
http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?ID=3523 
 
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar