Hukum Pernikahan dalam Islam
Dalam pembahasan ini kita akan
berbicara tentang hukum menikah dalam pandangan syariah. Para ulama
ketika membahas hukum pernikahan, menemukan bahwa ternyata menikah itu
terkadang bisa mejadi sunnah, terkadang bisa menjadi wajib atau
terkadang juga bisa menjadi sekedar mubah saja. Bahkan dalam kondisi
tertentu bisa menjadi makruh. Dan ada juga hukum pernikahan yang haram
untuk dilakukan.
Semua akan sangat tergantung dari kondisi dan
situasi seseorang dan permasalahannya. Apa dan bagaimana hal itu bisa
terjadi, mari kita bedah satu persatu.
1. Pernikahan Yang Wajib Hukumnya
Menikah
itu wajib hukumnya bagi seorang yang sudah mampu secara finansial dan
juga sangat beresiko jatuh ke dalam perzinaan. Hal itu disebabkan bahwa
menjaga diri dari zina adalah wajib. Maka bila jalan keluarnya hanyalah
dengan cara menikah, tentu saja menikah bagi seseorang yang hampir jatuh
ke dalam jurang zina wajib hukumnya.
Imam Al-Qurtubi berkata
bahwa para ulama tidak berbeda pendapat tentang wajibnya seorang untuk
menikah bila dia adalah orang yang mampu dan takut tertimpa resiko zina
pada dirinya. Dan bila dia tidak mampu, maka Allah SWT pasti akan
membuatnya cukup dalam masalah rezekinya, sebagaimana firman-Nya
:
Dan
Yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan dan menjadikan untukmu
kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi. (QS.An-Nur : 33)
2. Pernikahan Yang Sunnah Hukumnya
Sedangkan
yang tidak sampai diwajibkan untuk menikah adalah mereka yang sudah
mampu namun masih tidak merasa takut jatuh kepada zina. Barangkali
karena memang usianya yang masih muda atau pun lingkungannya yang cukup
baik dan kondusif.
Orang yang punya kondisi seperti ini hanyalah
disunnahkan untuk menikah, namun tidak sampai wajib. Sebab masih ada
jarak tertentu yang menghalanginya untuk bisa jatuh ke dalam zina yang
diharamkan Allah SWT.
Bila dia menikah, tentu dia akan
mendapatkan keutamaan yang lebih dibandingkan dengan dia diam tidak
menikahi wanita. Paling tidak, dia telah melaksanakan anjuran Rasulullah
SAW untuk memperbanyak jumlah kuantitas umat Islam.
Dari Abi
Umamah bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Menikahlah, karena aku berlomba
dengan umat lain dalam jumlah umat. Dan janganlah kalian menjadi seperti
para rahib nasrani. (HR. Al-Baihaqi 7/78)
Bahkan Ibnu Abbas ra pernah berkomentar tentang orang yang tidak mau menikah sebab orang yang tidak sempurna ibadahnya.
3. Pernikahan Yang Haram Hukumnya
Secara
normal, ada dua hal utama yang membuat seseorang menjadi haram untuk
menikah. Pertama, tidak mampu memberi nafkah. Kedua, tidak mampu
melakukan hubungan seksual. Kecuali bila dia telah berterus terang
sebelumnya dan calon istrinya itu mengetahui dan menerima keadaannya.
Selain
itu juga bila dalam dirinya ada cacat pisik lainnya yang secara umum
tidak akan diterima oleh pasangannya. Maka untuk bisa menjadi halal dan
dibolehkan menikah, haruslah sejak awal dia berterus terang atas
kondisinya itu dan harus ada persetujuan dari calon pasangannya.
Seperti
orang yang terkena penyakit menular yang bila dia menikah dengan
seseorng akan beresiko menulari pasangannya itu dengan penyakit. Maka
hukumnya haram baginya untuk menikah kecuali pasangannya itu tahu
kondisinya dan siap menerima resikonya.
Selain dua hal di atas,
masih ada lagi sebab-sebab tertentu yang mengharamkan untuk menikah.
Misalnya wanita muslimah yang menikah dengan laki-laki yang berlainan
agama atau atheis. Juga menikahi wanita pezina dan pelacur. Termasuk
menikahi wanita yang haram dinikahi (mahram), wanita yang punya suami,
wanita yang berada dalam masa iddah.
Ada juga pernikahan yang
haram dari sisi lain lagi seperti pernikahan yang tidak memenuhi syarat
dan rukun. Seperti menikah tanpa wali atau tanpa saksi. Atau menikah
dengan niat untuk mentalak, sehingga menjadi nikah untuk sementara waktu
yang kita kenal dengan nikah kontrak.
4. Pernikahan Yang Makruh Hukumnya
Orang
yang tidak punya penghasilan sama sekali dan tidak sempurna kemampuan
untuk berhubungan seksual, hukumnya makruh bila menikah. Namun bila
calon istrinya rela dan punya harta yang bisa mencukupi hidup mereka,
maka masih dibolehkan bagi mereka untuk menikah meski dengan karahiyah.
Sebab idealnya bukan wanita yang menanggung beban dan nafkah suami, melainkan menjadi tanggung jawab pihak suami.
Maka
pernikahan itu makruh hukumnya sebab berdampak dharar bagi pihak
wanita. Apalagi bila kondisi demikian berpengaruh kepada ketaatan dan
ketundukan istri kepada suami, maka tingkat kemakruhannya menjadi jauh
lebih besar.
5. Pernikahan Yang Mubah Hukumnya
Orang yang
berada pada posisi tengah-tengah antara hal-hal yang mendorong
keharusannya untuk menikah dengan hal-hal yang mencegahnya untuk
menikah, maka bagi hukum menikah itu menjadi mubah atau boleh. Tidak
dianjurkan untuk segera menikah namun juga tidak ada larangan atau
anjuran untuk mengakhirkannya.
Pada kondisi tengah-tengah seperti ini, maka hukum nikah baginya adalah mubah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar